Hari itu tanggal 09 Mei 2008, gue baru aja balik dari Lion Air tower harmoni, untuk ngambil tiket untuk sebuah pekerjaan di Bontang - Kalimantan Timur, horeee… pulang kampung gratis!!!.
Berhubung hari itu hari jum’at yang artinya sebagai lelaki baliqh gue diwajibkan untuk sholat jum’at, maka setibanya di terminal busway di blok m, gue pun menuju Pasar Raya Grande blok- M untuk sholat jum’at dan makan siang setelah itu. Setelah mampir sebentar ke toilet di- foodcourt, atas petunjuk seorang satpam yang gue jumpai didalam lift, gue pun menuju parking area di lantai lima yang hari itu disulap menjadi musolah dadakan.
Dimusolah itu anginnya sepoi-sepoi bener, membuat mata gue bener-bener seperti digantungi gunung ribuan ton, gile gue ngantuk berat, maka jadilah tausiyah sang ustadz yang terdengar sayup-sayup hanya menjadi soundtrack bobok siang gue waktu itu. Hingga satu bagian dari ceramah sang ustadz yang membuat gue terbangun tiba-tiba……
Ustadz: “Ada sebuah keluarga (ayah, ibu dan seorang anak) yang baru saja selesai shopping disebuah mall ternama di Jakarta, dengan kantong-kantong plastik berisi belanjaan hari itu, keluarga kecil itu melenggang santai menuju pintu keluar, tiba-tiba didepan pintu pusat perbelanjaan mewah itu, keluarga kecil itu dihadang oleh dua orang pengemis (terlihat seperti ibu dan anak) dan terjadilah perbincangan singkat berikut ini”.
Pengemis: “Bu, Pak mohon sedekahnya”.
Si Ibu kemudian mengeluarkan dompet dan mengeluarkan selembar uang seribu rupiah yang sudah lusuh dan memberikannya pada kedua pengemis itu. Si pengemis melihat selembar uang seribu rupiah lusuh ditangannya dengan perasaan nelangsa, merasa tidak cukup si pengemis tua kembali memberikan isyarat seperti ingin mengatakan “kami butuh makan, dan seribu rupiah yang ibu berikan tidak cukup untuk membeli makanan”, kira-kira begitu mungkin! Tapi karena terlalu nista untuk mengatakannya sang pengemis tua itu hanya sanggup memberikan bahasa isyarat.
Air mata gue mulai menganak sungai, mengalir dari sudut mata gue dan terus membasahi pipi hingga bermuara diujung celana gue. Gak tahu kenapa gue begitu terharu mendengar tausiyah sang ustadz.
Si Ibu: “sudah itu aja, nggak ada lagi”.
Tapi setelah itu, bersama sang anak dia menyeret langkah kecil mereka menuju ke penjual gorengan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri tadi, membeli beberapa gorengan dan tanpa perduli dengan luka hati sang pengemis tua, si ibu dan anak asyik mengunyah gorengan yang baru saja mereka beli.
Sementara Si bapak kemudian melangkahkan kakinya menuju mesin ATM, memasukkan kartu ATM dan memencet rangkaian PIN disana dan sejurus terlihat senyum mengembang dari sudut bibirnya demi melihat angka jutaan rupiah, jumlah yang cukup besar yang baru saja ditransfer oleh perusahaan sebagai gaji bulan itu. Si bapak kemudian mengambil beberapa ratus ribu dan kembali ketempatnya semula. Disana dia masih menemukan si pengemis tua bersama anaknya, merasa iba si bapak kemudian mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dan memberikannya kepada si pengemis tua, yang disambut dengan senyuman bahagia disertai ucapan ribuan terima kasih dengan penuh rasa syukur, juga sebaris doa….
Pengemis tua: “Ya allah, yah..robbi, berikanlah keluarga ini kebahagiaan dunia dan akhirat, lancarkan rezekinya, berikan kesehatan, jadikan keluarga mereka keluarga yang sakinah, mawad’dah, warahmah, permudah segala urusannya dan perlancar pekerjaaannya”.
Setelah melafalkan doa untuk keluarga si bapak, si pengemis tua pun beranjak pergi.
Pengemis tua: “Ayo nak, kita beli makan”.
Si bapak hanya bisa berdiri terpatung dan tak sepatah kata pun yang bisa terucap, hatinya tersentuh oleh kemuliaan hati sang pengemis, yang begitu tulus mendoakan diri dan keluarganya. Dia HANYA memberikan sepuluh ribu untuk tambahan kepada si pengemis tua itu dan beribu ucap terima kasih dan panjatan rasa syukur yang begitu tulus pada ALLAH sang empunya kehidupaan ini, sementara dirinya, jutaan rupiah yang mengalir kedalam rekeningnya tak sekalipun membuat dirinya mau mengucapkan SYUKUR pada NYA. Sehina itukah dirinya? Setetes embun bening mengalir dari sudut matanya yang mulai berkaca-kaca.
Pun yang terjadi dengan gue, air mata gue sudah benar-benar deras. Tausiyah itu benar-benar menusuk lubuk hati gue, bukan hanya si bapak, gue juga selalu lupa mengucapkan syukur atas segala nikmat, anugerah dan kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan yang diberikan oleh Allah.
Dalam sujudku ketika itu, tak henti-hentinya ku lafazkan syukur pada allah diiringi derai air mata yang tak kunjung reda menetes dan mengalir. Detik demi detik Saat itu rasanya menjadi KEBAHAGIAAN terindah yang pernah gue dapet.
Setelah selesai sholat jum’at, gue mulai memberanikan diri untuk melangkah mendekati sang
ustadz dan duduk disebelahnya. Awalnya tak sepatah katapun yang terucap ketika gue duduk dan bersalaman dengan sang udstaz, air mata gue semakin deras tumpah dari pelupuk mata gue.
Ustadz: “Mas Fais, kamu ada masalah?”
Gue diem, diem dalam bisu dan tangis, setelah bisa menguasai perasaan gue, barulah gue berucap.
Gue: “Gak ustadz. Saya hanya mau terima kasih sama ustadz, karena sudah membuka mata hati saya, rasanya selama ini saya tidak pernah bersyukur atas segala nikmat yang telah saya peroleh.” Kata gue mulai bercerita, dengan terbata-bata dengan isak tangis dan berurai air mata.
Ustadz: “Alhamdullilah, itu hadiah dari allah”.
Begitulah siang itu, berakhir dengan sebuah HADIAH DARI ALLAH untuk gue, melalui kisah PENGEMIS DAN 10 RIBU RUPIAH.
Metromini 611 melaju dengan gaharnya, membelah jalan dengan latar belakang perokoan usang kawasan Blok m. Dengan deru mesin yang hampir benggek termakan usia, rongsokan ini tetap lincah saling selip dan menyemprotkan asap hitamnya tanpa ampun. Sementara aku di dalamnya duduk dengan air wajah datar sambil sesekali melirik nakal ke arah kotak kecil Djarum Black dalam genggaman tangan gue, bisikan setan saling berloma memperdayai otak setengah sadar gue untuk mengisap satu batang saja.
PS: Terimakasih untuk Ustadz Bobby yang sudah memberikan tausiyah dengan penuturan sangat sederhana namun mampu membuatku mengharu biru.
10 komentar:
terimakasih atas tausiyah yang telah diposting disini
sangat menyentuh
tausiyahnya bagus :)
waduh tumben nih mas faiz posting sesuatu yang mengharukan ...
seef mas, eh suka jumatan di grande juga hehehe, saya dulu suka kesana, tapi sekarang udah pindah
muncrat sudah hati dengan air mata yang luber ke tulang rusuk. retak bengkak jebol hati nurani yang di cor semen seton! buset!
Nyengir baca postingan mas seno dulu....
Memang indah ya mas kalo bisa berbagi dengan orang yang benar benar membutuhkannya....
....karena doa yang di ucapkannya benar benar ikhlas...aminnnn
postingan yg kereeennnn, yg dengan suksesnya membuat diriku terharu....
hikz..
swear daku ikutan terharu
jadi terasa menginspirasi abis ne artikel, walau td di pertengahan bwt daku ketawa (air mengalir hingga celana)
hehehe...
trims yah^^
hiks...! tulung dong kasih saya Rp. 10.000 aja, buat ngewarnet paketan 3 jam.
barakallah akhi, itu artinya masih ada bias cahaya yang menyinari hati antum, jaga dan pelihara selalu... :)
menyentuh,, syukurlah lelaki aneh ini tersadar dari hidupnya yang aneh,, benar kata pak ustadz,, ini hadiah dari Allah... ;p
ini perjalanan spiritual luarbiasa kawand-kawand. belum pernah gue tersentuh sampai megharu biru seperti itu.
Posting Komentar