Sabtu, 16 Juni 2012

Semut Merah Semut Hitam

Siang ini gw sedang diperkosa teriknya sinar matahari Jakarta yang sudah bercampur polusi. Luntur sudah wangi sabun mandi yang melekat dipermukaan kulit gw dan berganti dengan aroma keringat yang cukup aduhai.Adalah hal yang paling menjengkelkan ketika harus berlama2 berhenti di traffict ligth. Ingin rasanya memerintah si Bapak Tua pemilik ojek segera tancap gas dan berlalu dari sana. Swear, sinar matahari keperakan yang memayungi bumi siang ini sungguh sangat tidak bersahat, ingin rasanya memiliki remote control ajaib agar bisa meredupkan sinarnya yang membakar kulit. Sembari menunggu detik-detik perpindahan lampu merah ke hijau, gw sengaja menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan gw dan membaca jelas-jelas iklan di billboard raksasa yang terpampang dengan jumawanya di seberang sanaDRAMA MUSIKAL "SEMUT MERAH SEMUT HITAM" karya TITIEK PUSPAAaaaaaaahhhhhhhh, gw harus nonton, HARUS!!!!!

THEN.......Im lucky guy, pucuk dicinta ulam pun tiba. Selembar undangan first show drama musikal SEMUT MERAH SEMUT HITAM, mampir ditangan, lengkap dengan selembar kamus bahasa semut.Cima citang di dunia semut.....(bahasa semut)Mut....muttt...mutt



Jadi ceritanya.......
Drama musikal ini menyorot tentang dunia asmara dari dua anak semut yang berasal dari dua kerajaan berbeda. Ditengah persiapan pernikahan, cinta pangeran semut hitam dan putri semut merah harus diuji oleh peperangan antara kedua kerajaan tersebut. Sebuah cerita sederhana tentang dunia persemutan yang dibungkus oleh eyang Titiek Puspa dengan sangat apiknya, soooooooooooo.... entertaining, dr tatanan panggung, ligthing, aktor / aktris yang mumpuni, puluhan penari kolosal, costume warna warni hasil karya Ivan Gunawan dan Musa Widyatmoko, benar-benar memanjakan mata. Joke-joke nakal dan bahasa alay yang disisipkan membuat pertunjukan ini lebih kekinian dan segar walau kita digiring untuk memasuki dunia khayal dengan rasa sangat Indonesia karena sisipan kebudayaan Indonesia didalamnya.Pengen lihat lagu dangdut dan Camelia Malik menggoyang panggung dengan jaipongannya dan berkolaborasi dengan sangat cantiknya dalam sebuah pagelaran drama musikal? Cuma ada di lakonan SEMUT MERAH SEMUT HITAM.Dengan durasi nyaris 3,5 jam dan dilakonkan dalam dua babak, ada bagian-bagian sebenernya yang terasa sangat lambat temponya, tapi over all nda menyesal lah gw berjuang menodong undangan gratis dr seorang kolega.Cimacici "Reza" cipaw. Atta la liyu dehhhhhhhhhh. Cilpuk ah, terus atta cifum meh (bahasa semut)Sedikit bocoran bahasa semut:
Cima citang : selamat datang
Mut...mut...mut : salam sayang
Cimacici : terima kasih.
Cipaw : cakep (untuk laki-laki)
Atta la liyu : aku cinta kamu.
Cilpuk : peluk.
Cifum : cium
Meh : deh

















Selasa, 12 Juni 2012

Ketahuan

Dari balik tembok gw bisa mendengar gemericik air yang tumpah ruah menyapu Lantai semen yang sedikit berlumut. Semakin lama, semakin Ramai, sehingga iramanya tak lagi Berturan, setidak beraturannya detak jantung gw saat ini. Pikiran-pikiran liar segera berkecamuk disyaraf otak gw, meminta gw segera menuntaskan rasa penasaran yang sedang berkecamuk dalam hati gw. Sejenak gw Berdiri mematung, memikirkan cara jitu agar aksi nakal gw tak terlihat banyak orang. Triiiinnggg....... Memang, Setan selalu berpihak pada para pendosa dengan memberikan ide cemerlang. Tangan gw segera Maraih sarung bermotif kotak yang sejak tadi gw cantolkan pada paku berkarat yang tertanam Sebagian di tembok berlumut dihadapan gw. Dengan berjingkat gw bentangkan sarung kotak-kotak gw menutupi lubang besar yang menganga, tepat di atas pintu Kayu lapuk yang warnanya Sudah memudar dimakan waktu. Kemudian, Hanya dalam hitungan detik, kaki-kaki gw sudah berjingkat-jingkat dibibir bak mandi. Kamar mandi umum berbilik dua ini memang tidak sepenuhnya tertutup, sehingga memudahkan gw melakukan aksi nakal gw sore ini. Dan begitu kepala gw menyembul perlahan dibatas tembok, Maka terpampang jelaslah makhluk Indah itu di bawah sana. Sedang mengibaskan rambutnya yang baru saja dijamani segayung air. Wowwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwww....mata gw terbelalak, lengkap dengan degub jantung yang semakin tak tentu ritmenya. Tubuh telanjang itu Indah setiap centi-nya. Mengkilap oleh lumuran air. Pemandangan indah itu kontan saja membuat salah satu bagian tubuh gw "berontak". Suara seseorang: "Woiiiiiiii........! Ngapain kamu." Kencang sekali suara itu, sehingga memaksa gw menolehkan kepala, oh.....lala, rupanya sarung kotak-kotak gw sudah raib entah kemana, Dan terlihat jelas pula oleh gw, di luar sana, bapak gw sedang bertolak pingang sambil mendelik ke arah gw. Gw : "Mau Pinjam gayung."

Minggu, 03 Juni 2012

TRILOGY 1/2 Backpacker Part 3 : Jumpalitan-lah hati Gw di jogja

Jogja, trully Java for me, dan jogja selalu punya cara sendiri untuk menyambut wisatawan yang hadir disini. Seperti siang ini, Jogja seolah mengirimkan ucapan selamat datangnya pada gw dan onyet gw melalui teriknya sinar matahari yang membakar siang ini. "Welcome to Jogja wahai pejuang Cinta." Nyaris 8 jam berlalu.... Malam ini gw dan onyet memutuskan untuk menyusuri sepanjang jalan Malioboro menuju arah pasar Bringharjo yang berdekatan dengan benteng Vredenburg yang persis terletak di depan Istana Peristirahatan Presiden. Rasa lapar yang mengedor-gedor dinding lambung gw membuat gw tak begitu memperdulikan rayu-rayu para penarik becak yang selalu menawarkan jasanya untuk menghantarkan kami mengunjungi outlet penjulan kaos Dagadu. Gw: "makan di sana ajah yuk, Nyet." kata gw menunjuk satu lapak penjual makan di emperan pasar Bringharjo yang diikuti pandangan matanya yang segera disertai anggukan kecil tanda menyetujui ajakan gw. Hanya perlu beberapa menit bagi gw dan onyet untuk memilah milih panganan apa yang akan kami santap malam ini, sebelum akhirnya kami duduk berhadap-hadapan dengan beralaskan tikar anyaman. Dan selanjutnya, bisa ditebak. Kami berdua menjadi sasaran empuk para musisi jalanan untuk mengais rezeki. Keadaan itu pun gw pergunakan betul untuk sedikit membuat makan malam ini berkesan. Gw: "Nyet, tolong ambilin kursi plastik itu dong." Pintaku diikuti raut wajahnya yang kebinggungan. Gw: "Duduk, dan silahkan nyanyi buat kami" Musisi jalanan: "Lagu apa mas?" Gw: "Kahitna bisa?" Musisi jalanan: "Kahitna itu apa mas?" ujarnya polos. Gw: "Kahitna itu penjual sayur deket rumah gw" sahut gw disertai tawa. Musisi Jalanan: "Terus lagunya apa nih mas?" Gw: "Terserah loe aja dah." Maka, mengalunlah tiga lagu berturut-turut tanpa jeda : Pemilik Hati by Armada, Embat mata by D'bagindas, dan ditutup manis dengan sebuah lagu dari Armada Buka Hatimu. Gw bisa melihat dengan jelas wajah onyet memerah, ada senyum bahagia disana yang tak bisa lepas dari bibirnya yang terus menerus mengembang seperti bulan sabit yang memakasa untuk menjadi bulan purnama. Onyet: "Makasih buat surprisenya, saya suka kejutan yang dadakan dan gak direncanakan seperti ini." dan hanya gw sambut dengan rasa bahagia yang teramat sangat melalui sebuah senyum kecil. Onyet: "Pengamennya tau bener yah sama apa yang kamu rasain." ujarnya, lalu tawa kami pun membahana lalu hilang bersama keriuhan yang terjadi disepanjang Malioboro. Becak yang kami tumpangi menyusuri jalan remang menuju Alun-alun selatan diiringi celoteh pemilik becak yang terus-terusan bercerita dan kami iyakan dengan tawa kecil. Kawan, bahagia itu tak akan bisa terbeli dengan apapun. seperti malam ini. Lalu, dua beringin besar yang saling berhadapan di alun-alun selatan Jogja menyambut kami, suasana yang masih juga hirup pikuk dimalam yang selarut ini semakin indah dengan kehadiran sepeda2 yang berkerlap-kelip. Ambiance-nya malah seperti sedang berada di pasar malam ketibang di alun-alun sebuah Kraton dengan aura misteriusnya. Sempat kami berjalan kaki mengitari seputaran alun-alun ini dengan saling bercerita sebelum akhirnya kami memutuskan untuk duduk beralaskan rumput tak begitu jauh dari dua pohon beringin yang konon misterius itu. Banyak cerita yang terangkai dan terlontarkan begitu saja, hingga pada akhirnya satu kalimat terlontar dari bibirnya dan membuat gw terdiam seribu bahasa, seolah bulan jatuh tepat di atas kepala gw, seperti anak panah dilontarkan dan persis menancap di ulu hati gw. Onyet: "Kamu tahu dari awal aku sudah gak mau pacaran, kita berteman saja." ujarnya sambil menyalami tanganku yang sudah lemas tak bertulang. Diam..... Diam..... Diam..... dan terus Diam, tak satu katapun bisa terucap dari bibir gw, kelu, bibir gw seolah terpatri dengan paku berkarat, dan tak sanggup mengatakan satu baris katapun, hingga tangis gw benar-benar pecah di kamar hotel ketika jemarinya menyentuh punggung gw. Rasa nelangsa teramat dalam, seolah dibuang mentah-mentah setelah diterbangkan kelangit ketujuh. kedua tangan gw mengepal menahan rasa sakit yang teramat dalam. Inikah ujung dari semua hal yang gw perjuangkan beberapa waktu terakhir? Dunno....... "I have found the paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love." (Quotes from Mother Theresa)

Sabtu, 02 Juni 2012

TRILOGY 1/2 Backpacker Part 2 : Romansa kecil di Kota Solo

Harusnya, begitu menginjakkan kaki disini, saat matahri baru saja lepas landas dan memancarkan semburat keemasannya, dan saat burung-burung baru saja mengepakkan sayap kecilnya untuk menari bersama angin pagi, gw langsung mendendangkan lagu "Stasiun Balapan". Tapi... Keinginan itu terpaksa akan terus bersarang di dinding tenggorokan gw saja, sampai saat lain tiba. Karena hari ini gw masuk ke kota asal Didi Kempot ini bukan dari Stasiun Solo Balapan, melainkan melalui pintu lain yang bernama Bandar Udara Adi Sumarmo. "Kamu dimana?" Begitu kira2 BlackBerry message yg gw kirim ke dia, sesaat setelah gw menghempaskan bokong gw di kursi kayu, tepat di depan sebuah kafe kopi di airport yang nyaris sunyi senyap ini. 60 detik berlalu, kemudian detik-detik berikutnya berganti dan berlalu pula. Lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....!!!!!!! "Masih dirumah. Baru bangun" Begitu sekiranya balasan BBM yg gw terima dr dia. Dan itu artinya gw masih harus menunggu lagi hingga 1 jam ke depan. Oh maigot! Kl saja kamu tahu betapa gw cukup gila dan sengsara melewatkan malam selama 9jam 54 menit di Bandara Soekarno Hatta demi bisa mengunjungimu pagi ini, mungkin kamu akan kasihan dengan datang setidaknya 5 menit lebih awal sebelum burung besi yg membawa gw dari Ibu Kota Negara ini dengan rasa takut teramat sangat karena terdoktrin pristiwa yg terjadi di lereng gunung salak beberapa minggu lalu. Entah berapa batang rokok putih yg sudah terbakar dan membuat mulut gw terus mengeluarkan asap mirip gerbong kereta jaman baheulan sampai akhirnya sebaris bbm terpampang dilayar ponsel pintar gw. "Keluar" Aiiissshhhh, rasa kesal karena sudah membuat gw harus menunggu se-jam lalu tergulung seketika manakala melihatmu bertengger di atas kuda besi kesayanganmu lengkap dengan sapaan "Hai". Pagi ini, ketika sinar keemasan sang pemilik siang telah berganti cahaya lembut keperakan, kita membelah kota solo dengan menunggang kuda besimu. Rindu yg nyaris tumpah ruah karena sudah tak tertampung terbayar dgn rasa bahagia yg seketika meluap dr dasar hati, membuat hangat sekujur tubuh yg sebenarnya telah kehabisan energi ini, karena lelah teramat sangat. Tp saat ini seperti ter-charge dengan sendirinya oleh molekul-molekul listrik yang kamu kirim ketika tubuh kita merapat tanpa jarak. Gw tidak perlu menyewa jasa guide untuk berkeliling solo, ada kamu yg setia menghantar ke tempat-tempat yg tidak pernah gw tau sebelumnya. Dr atas tunggangan kita hari ini pula special guide gw sedikit berceritra tentang Solo. Dan sebenarnya gw pun tak meresapi betul apa yg dia sampaikan, gw justru terlena dengan kebersamaan kita di atas kuda besi yg terus melaju hingga terparkir di halaman depan sebuah penginapan sederhana yg sebelumnya sempat gw telusuri di laman Om Gugle yg terkenal itu. Lumayan lah, gw bisa menempati kamar seharga 150rb per-malam dengan fasilitas yg lebih ok dr kamar kos gw. Sebuah ranjang empuk ber-per, Tv Imut yg tergeletak asal di atas meja kayu, Pendingin ruangan, kamar mandi lengkap dengan shower dan ember plastik. Sampai disini gw sensor! Biarlah yg terjadi dalam ruangan kecil ini cuman gw sama tembok kamar yg tau. Dan...... Siang menjelang sore, kembali kuda besimu keluar kandang, dan kembali menjamahi dasar aspal yg masih menampakan fatamorgana bekas teriknya matahari. Tapi sebaris kata yg kamu ucap semoga bukan fatamorgana untuk gw: Onyet: "Kok gak dipeluk?" Yang seketika membuat gw langsung melingkarkan tangan gw ke tubuhmu. Onyet: "Nah, kalau gini kan berasa punya pacar." Cesssssss, kalau saja gw tidak memelukmu saat ini, mungkin gw sudah terbang. Gw: "Aku deh yg bawa motornya" pintaku. Onyet: "Nda, aku ajah! Mau kemana kita? Gw: "Makan." Onyet: "Mau makan apa?" Gw : "Pecel" Onyet : "Ok." Jalan yg kita lalui berputar, dan kamu terus berceloteh, cukup heran mendapatimu bisa secerewet ini. Tidak seperti biasanya yg lebih memilih diam. Dan gw tetap saja tidak konsentrasi pada setiap kalimat yg kamu lontarkan yg menjelaskan ini itu. Gw lebih menikmati kebersamaan kita yg disirami terik pemilik siang. Panassssssss...... Tembang jawa, mengalun dr bale-bale Rumah Pecel yg rupanya kerap menjadi destinasi makan siang para pesohor negeri yg kebetulan atau mungkin memang sengaja datang ke Solo. Rupa-rupa makanan tersaji dalam kuali-kuali yg sungguh menggoyang lidah, gw kesetanan, seperti baru turun dari gunung, melahap semua yg bisa gw lahap. ini judulnya Pemadam Kelaparan, MURAH!!! Berdua dah hanya menghabiskan 53ribu rupiah saja. Entah sudah berapa lagu yg dilantunkan penyanyi diluar Rumah Pecel ini hingga gw dan dia melangkah pergi, kembali menunggang kuda besinya, kembali dibonceng, kembali memeluknya dr belakang, kembali memperkosa aspal menuju pasar klewer. Gw: "Kenapa namanya pasar Klewer?" Onyet : "Itu gara2 baju2 yg digantung para pedang dipasar itu terlihat klewer klewer, ngerti toh maksudnya?" Gw : "Hu-uh." Menyenangkan juga ditemani seorang pacar merangkap guide seperti dia, di pasar ini gw gak perlu bersusah2 memilih kios mana yang akan gw jadikan sebagai tempat melepas hasrat berburu batik. Dia tau betul kios mana yg harus gw masuki dan kios mana yang harus gw hindari. Dan setelah beberapa jam, setelah beberapa plastik hitam berisi batik gw beli, gw dan dia memutuskan angkat kaki dr sana, sebelum isi rekening gw benar2 terkuras habis di pasar itu. Jump to...... Malam tetaplah malam, tak ada yg berbeda, sama-sama gelap, sesekali bertabur bintang, atau disirami sinar bulan. Jadi gak penting malam senin, malam jumat, atau malam minggu. Tapi okelah, biar Liburan cinta (ya tuhan, istilah gw so alay) lebih berasa, kami berdua, gw dan onyet kembali memacu tunggangan kami, menjamahi dan menikmati saturday nite di kota solo. Diawali dengan makan malam di warung Bakso Alex yg termasyur di Solo, lalu menjelajahi area universitas 11 Maret yg luasnya audzubileh. Dan dia seperti layaknya tuan rumah yg baik, menjelaskan, menunjukkan sebagian kecil area tempatnya menimba ilmu. Hemmm....angin malam berdesir-desir berusaha menembus rajutan woll sweter army yg gw kenakan malam ini saat dia memacu tunggangannya menuju pusat kota. Ada keriaan disana kata dia, dan kami memutuskan menghabiskan malam disitu, PASAR MALAM. Kami berkencan di Pasar malam kawan, dengan Lengan gw yg terus bertengger dibahunya tanpa mau peduli mata-mata liar orang lain yang tak sengaja mungkin memperhatikan kami. Kami berbaur dengan pengunjung lain yg tumplek plek di area ini. Malam minggu ini langit memang tak bertabur bintang dan bercahaya bulan, hanya diterangi cahaya tak seberapa terang dr bilik2 pasar malam, tapi kami berdua tetap syahdu menikmati semangkuk kecil Wedang Ronde persis di depan alun2 Kraton Mangkunegaraan.
Makan siang di Rumah Pecel, waktunya pemadam kelaparan beraksi.
Cenil, jajan jaman bopcah.
Saturday nite dinner with Onyet di Bakso Alex yang termashyur di Solo
Entah mengapa gw lebih suka menyantap ini "Surabi" ketibang hamburger.
Berhubung gak begitu demen ama cokelet, jadi gw memilih toping pisang sajah
Pose dulu di simpang empat
pose ganteng di depan kraton Mangkunegaraan.
Menikmati semangkuk wedang ronde, depan alun-alun kraton bersama onyet. PS: Berhubung Onyet merangkap sebagai pacar, guide, photographer jadi sori-sori maap kalau photonya nda akan terpampang dalam postingan ini, hahahahahaha