Sabtu, 14 Desember 2013

FeiArtWork : sebuah program untuk MISI KEBUDAYAAN

2013 adalah tahun dimana gw merasa satu tingkat mimpi gw rasanya akan terwujud: Fashion Show di Luar Negeri. Sepucuk email dari seorang kolega yg mengajak gw ikut serta dalam MISI KEBUDAYAAN mereka di 5 Negara di Negeri Paman Sam, membuat gw blingsatan sendiri.

Kemudian sebuah konsep pagelaran gw rancang sedemikian rupa, adalah tajuk: ROMANTISME BENUA ETAM, gw pilih untuk program fashion show di Negara Adidaya itu. Sebagai putra daerah asal Bontang, gw merasa berkewajiban memperkenalkan Batik Bontang ke Khalayak luas dengan mengkolaborasikannya dengan kebaya-kebaya rancangan gw yg idenya bersumber dari Baju Traditional Dayak.

Proposal disusun dengan ciamik, gw sengaja meng-hire orang-orang yang kompeten dibidang fashion untuk mengerjakan proposal gw. Lalu gw sowan dan blusukan ke pemerintahan di Bontang demi Misi Kebudayaan ini. Proposal pertama DITOLAK! dgn alasan APBD 2013 sudah ketuk palu. Dengan hati legowo gw terima pernyataan ini. Lalu. proposal kedua untuk MISI KEBUDAYAAN yang akan menyambangi 3 Negara di Benua Biru pada bulan Desember 2013 kembali gw layangkan, dengan harapan besar proposal Misi Kebudayaan kalinini akan mendapat perhatian, mengingat lokasi Misi Kebudayaan ini adalah dua kota yg menjadi kiblat industri fashion dunia: Paris & Italia. Tapi nasib pun sedang tak mujur, proposal kedua juga sepertinya menjadi penghuni TONG SAMPAH, dengan alasan tak ada dana untuk membiayai program ini.

Sedih?
YA!!!! SANGAT!!!

Bahkan keinginan untuk membantu menggeliatkan INDUSTRI KREATIF & membantu teman-teman di Bontang untuk change their mindset ttg "BEKERJA KREATIF" pun tak diberi peluang oleh orang-orang yang seharusnya memberikan banyak peluang untuk anak muda Bontang pada khususnya untuk mulai membangun kerajaan bisnisnya sendiri.

Kejadian ini membuat gw melahirkan program DONASI untuk membiayai PROGRAM MISI KEBUDAYAAN di 2014. Dibawah label FeiArtWork, gw mendesign aksesories dan beberapa fashion items lainnya yg gw pasarkan melalui official Instagram program ini:

@feiartwork

Gw tidak akan merampok kalian semua dengan nilai nominal besar, cukup sisihkan BEBERAPA RUPIAH dari uang jajan kalian dgn membeli produk FeiArtWork. Setiap items yang dijual dalam program ini kalianlah YANG MENENTUKAN HARGANYA. setiap rupiah yg kalian donasikan akan sangat membantu program MISI KEBUDAYAAN ini akan terlaksana.

Saya yakin teman-teman dari seluruh pelosok Indonesia LEBIH PUNYA HATI dibanding orang-orang yang lebih memilih merampok uang negara ketimbang memberi perhatian pada program semacam ini.
So guys find out and grab that unique items on my official Instagram: @feiartwork

Dan jadilah RELAWAN BUDAYA agar kain-kain Nusantara serta Tarian traditional Indonesia bisa dipergelarkan di kota fashion dunia, PARIS.

Sample kebaya untuk Misi Budaya







Necklaces from felt untuk program Donasi

























In this photo:
Kebaya

Model by Silvia Yunyka
Make up & Hair do by Shaira Banu
Stylist by Fei
All kebaya from Crazy No Play Premium by Fei
Photo & DI by Aditya Wardhana
Shoes by Ilmiraz Project
Batik Ampiek by Diyah from Baris Titik.


Felt Necklaces

Model by Riri Mickey & Wiwit Sebrina
Make up & Hair do by Fei
Stylist by Fei & Wiwit Sebrina
Necklaces from FeiArtWork by Fei
Photo by Aditya Wardhana
Location at Mint Studio Jakarta

Jumat, 15 November 2013

Bontang

Dua mata gw terkatup rapat, seolah ada lem yang membuatnya begitu. Padahal, 2 jam perjalanan dengan burung besi berteknologi tinggi yang membawa gw mendarat sempurna di Bandara udara Sepinggan Balikpapan - Kalimantan Timur sudah gw pergunakan untuk membayar hutang tidur yang tersunat semalam.

"I will say good bye and thank your for fly with Garuda Indonesia"
Begitu kira-kira kata pamungkas dari Fligth Attandent dari balik speaker phone yang masih berdengung-dengung merdu dalam kabin moda transportasi ini, dan membuat gw setengah hati memaksa mata ini benar-benar melek sempurna.

Kota ini selalu bermandi cahaya, setidaknya begitu yang gw rasakan pagi ini. Baru jam 10 pagi kawan, tapi sinar si Raja Siang ini sudah sangat menyengat, dan memaksa bulir keringat bermunculan dari pori2 permukaan kulit gw. Beruntunglah kaca mata hitam pekat yang bertengger kokoh di hidung gw yang tak seberapa bangir bisa menolong menghalau sinar matahari dan membuatnya sangat redup sebelum sampai ke pupil mata gw.

Perjalanan ini belum berakhir, masih ada sekitar 6 sampai 7 jam lagi yang harus dilewati menempuh jalan berkelok, berbatu dan berlubang dengan hiasan hutan liar dibeberapa titik untuk sampai ke kota tujuan gw. Bontang.
................

Langit sudah tak sebiru siang tadi, ada semburat jingga menyapu langit sore berhias bola pijar orange metalik, membuat pucuk-pucuk dedaunan dari hutan yang nyaris terbabat habis dibatas cakrawala tak lagi terlihat berwarna hijau gelap. Dan lukisan alam yg sempurna ini menyambut kedatangan gw di kota ini. Welcome to my hometown.

Roda-roda mobil Innova yg gw sewa seharga 500 ribu dr airport menuju kota Industri ini bersetubuh dengan jalan aspal menuju kediaman orang tua gw. Cuma perlu waktu kurang dari 30 menit dari gerbang kota ini untuk sopir menepikan kendaraannya di halaman rumah gw. Ahhhh gw tiba dengan selamat di penghujung Ramadhan tahun ini, persis ketika suara Adzan berkumandang dari moncong speaker Masjid sederhana yang tak begitu jauh letaknya dari kediaman kami. Dan ini adalah waktu berbuka puasa paling nikmat yang pernah gw alami. Dan esok akan menjadi Eid Mubarak yang semarak dikeluarga kami, karena ini adalah kali pertama buat gw menyiapkan seragam keluarga lengkap.
................

Bontang mungkin masih terlalu asing untuk sebagian orang penyuka jalan-jalan, kota ini memang bukan tandingan Bali, Bangka Belitong, Raja Ampat atau Pulau Derawan, karena kota kecil ini bukan Kota tujuan wisata. Tapi dari kota kecil ini sebagian besar Devisa Negara berasal. Bontang adalah kota Industri dengan 2 perusahaan berskala International. Di sinilah PT. Pupuk Kalimantan Timur dan PT. Badak NGL berdiri dengan jumawanya, menjadi "rumah" bagi hampir sebagaian besar penduduk mencari nafkah. Tapi kota kami tidak juga terlalu miskin spot wisata, ada perkampungan nelayan yang sekelilingnya berhiaskan pohon-pohon Bakau. Dibangun di atas laut dengan material kayu besi (ulin), terkenal dengan sebutan Bontang Kuala dan menjadi salah satu spot terbaik anak-anak muda Bontang kongkow-kongkow sembari menyaksikan Matahari tertelan rimbun pohon bakau.

Tidak hanya itu, jika ingin menghabiskan waktu mencoklatkan warna kulit sembari bermain dengan air laut, Pulau Beras Basah dengan tawaran sinar matahari yang menyengat adalah pilihan terbaik. Gw ingat betul puluhan tahun lalu pulau ini cukup besar dengan mercusuar yang terpatri ditengah-tengahnya, dengan air laut berwarna torquise yang berkilauan, namun saat ini erosi sudah menggerusnya, hingga kita hanya memerlukan waktu tak lebih dari 10 menit untuk mengelilinginya. Mercusuar itu pun tak lagi berada ditengah melainkan semakin terpinggirkan. Namun demikian, Pulau ini tetap menjadi primadona warga untuk sekedar berekreasi walau dengan fasilitas yang sangat minim.

Kabar baiknya adalah Pulau beras Basah saat ini sudah menyediakan spot diving yang sederhana. Satu waktu gw akan kembali dan mencoba menjajal keindahan bawah lautnya.



































Kamis, 26 September 2013

Mengejar Sunrise

Ini adalah salah satu destinasi jalan-jalan yang sudah gw idam-idamkan sejak lama, BROMO! Dan malam ini, ketika semua orang tengah bergelut dengan berbagai kejadian di alam mimpi, gw sedang bercengkrama dengan Mbah gugle. Membuka banyak laman dan hasil review beberapa penjelajah yg mengulas area wisata termahsyur ini.

Adalah @Deffa sang moderator Jalan2.com yg walau tengah terkapar karena gejala demam berdarah, tetap berbaik hati memberikan gw banyak info penting dan akurat untuk mencapai lokasi wisata Gunung Merapi yg masih aktif ini. Kolaborasi apik sang Momod dan Mbah Gugle, menjadikan rencana perjalanan ini nampak mudah dan itu perlu gw berikan sebuah apresiasi serupa ucapan TERIMA KASIH BANYAK!

Seperti pepatah kuno yang menyebutkan bahwa "Banyak jalan menuju Roma" maka itupun berlaku untuk tujuan perjalanan 1/2 backpacker gw kali ini. Ada banyak jalan menju BROMO kawan. Dan gw memilih jalur Jakarta-Surabaya-Probolinggo.

Tapiiiiiiiii.........

Walau jalur perjalanan sudah ditentukan dan walau banyak jalan menuju Bromo, tetep aja dong rencana perjalanan ini dibumbuhi rintangan yang bikin spaning.

Pertama :
Tiket pesawat Garuda Indonesia yg sudah gw reserv dengan harga miring, harus tercancel dengan naasnya. Itu karena sampai H-1 gw juga belom mendapatkan penginapan, mbak gw yang ikut ambil bagian dalam perjalanan ini tak membolehkan gw melakukan pembayaran tiket sebelum hotel yang masuk kriteria dia gw TEMUKAN!

Kedua:
Gw adalah tipe pelancong yg bisa tidur di Masjid sekalipun, tapi mbak gw punya kriteria khusus dan akhirnya gw harus menelpon semua penginapan yg ada di Bromo dan sekitarnya. Doi jatuh cinta dengan Java Banana resort yg merupakan hotel bintang 3 yg ada di area Bromo tapi apa daya harga sewa kamar yg semalam mencapai 4juta pun telah ludes diborong traveler lain. Dan setelah menelpon semua penginapan yg ada di kawasan bromo dan probolinggo dan setelah melewati fase ngotot-ngototan yg alot pilihan jatuh pada Hotel Tampiarto di Probolinggo yang berjarak -/+ 1jam perjalanan hingga parkiran Bromo.

Ketiga:
Hotel sudah dapet, waktunya reserv ulang tiket pesawat daaaaaaaaaaaaannnnn H- kurang dr 24 jam harga tiket berubah. Dan gw harus membayar tiket Garuda Indonesia 4jt 144rb untuk 4orang dan one way. Good!!!!!!

Empat:
Perjalanan ini bukan perjalanan biasa, karena gw juga akan melakukan sesi photoshoot dan dalam perjalanan dr Surabaya menuju Probolinggo gw baru menyadari ada kesalahan request model di salah satu Agency Model di Surabaya. Sehingga model yg sebelumnya gw minta dgn tinggi badan 178cm menjadi 168cm. Arghhhhhhhhhhh.

CUT!

Surabaya sedang bermandi sinar matahari, AC di dalam mobil yang berkapasitas 17 orang dan hanya terisi 5 orang ini bahkan tak kuasa menahan hawa panas di luar sana. Ditambah goyangan syurrrr dari penyanyi dangdut lokal yang terpampang nyatah di layar tv beberapa centi dari muka gw membuat hawa semakin panas. Belum lagi lagu dangdut yang sedang happening saat ini (Buka dikit joss!) tengah membahana dalam kotak besi bermesin ini membuat suasana hinggar binggar bersamaan dengan derai tawa kami saat mengomentari lagu yang tengah didendangkan.

Mari kita tidur sejenak..........

Mobil Elf yg gw sewa dan membawa rombongan kecil kami dr Surabaya, mendarat dengan sukses pukul 14 lebih sedikit di Hotel Tampiarto Probolinggo, beruntungnya hotel ini sudah gw reserv, tak terbayang kl harus on the spot, 1000 persen gw yakin benar-benar akan tidur di pelantaran Masjid selama 4D 3N. Probolinggo sedang padat pengunjung.

Lompat ke Hari selanjutnya yah.......

Pukul 6.30, dan gw baru saja melewatkan 2 jam untuk melukis wajah model yg akan gw siksa hari ini di tengah gurun pasir. Waktu yang sudah gw tentukan bergeser 2 jam. Alhasil rombongan photoshoot gw baru beranjak dari hotel tak berbintang ini pukul 7 pagi setelah menandaskan sepiring nasi goreng di restoran hotel.

Hanya hening yang menemani satu jam perjalanan kami dari Probolinggo kota menuju Bromo. Gw hanya mendesah kagum mana kala mobil kami membelah jalan berkelok dengan jurang curam disisi kiri kanan kami. Melihat pedesaan dengan landscape berbingkai pengunungan ini membuat mata gw nyaris lompat dari cangkangnya. Batang-batang pohon pinus ditambah perkebunan sayur mayur dikemiringan bukit yang nyaris mendekati 90 derajat benar-benar membuat suasananya seperti lukisan, lukisan hidup 3 dimensi.

Sejenak kita tinggalkan pedesaan indah ini, kami sudah sampai di pelataran parkir. Dimana jeep berderet-deret parkir di tepi jalan.
Setelah bernegosiasi cukup alot gw sepakat membayar sewa jeep 900rb untuk sesi photo seharian ini. Dan setelah itu semua mata amang-amang ini beralih ke sosok model berbalut kebaya putih berkilauan tertimpa sinar matahari. Wajah bulenya yang telah bertopeng make up tebal memang menggiurkan teman. Jadi sebelum irama siul-siul genit ini semakin mengganas, mari segera meluncur dengan Jeep hitam ini menuju lokasi pemotretan.

Prediksi gw meleset, photoshoot dengan 3 outfit ini selesai dipukul 12 siang di 3 lokasi berbeda: Pasir berbisik, bukit teletubbies dan sekitar gunung Bromo. Masih ada sisa waktu 5 jam sesungguhnya. Tapi team gw sudah tak bertenaga nampaknya. Sinar matahari terik ditambah hawa dingin, dan sapuan badai pasir membuat kami urung menjelajah siang ini. Belum lagi wajah kami sudah compang camping karena pasir yg menempel di wajah dan rambut bak sapu ijuk, jadi mari segera angkat kaki dan mencari kedai makanan untuk isi perut.

Hari ketiga.........

Setengah 3 pagi team hore ini beranjak kembali menuju kawasan Bromo. Ini hari bebas, waktunya berpetualang dan mari Mengejar Sunrise di puncak Pananjakan. Pagi-pagi buta ditempat ini berbading terbalik dengan pagi2 buta di Probolinggo kota. Disini, dijalan sempit ini, deru jeep bersahut-sahutan, dari atas pegunungan gw seperti melihat lampu-lampu sorot mobil jeep bak ular raksasa panjang yg merayap ingin memeluk Pananjakan.

Hawa dingin 6 derajat celcius menggempur kami habis-habisan. Badan gw yang penuh lemak ini ditambah jaket 3 lapis plus kupluk dan sarung tangan tak juga sanggup menghalau angin pengunungan yang masuk dari celah2 jaket rajut gw. Celana harem batik tipis yg gw kenakan membuat angin makin leluasa masuk dan otomatis membuat "sesuatu" dalam balutan underwear gw mengkerut. Hahahahahaaa........

Manusia tumpah ruah disini. Jeep kami terpaksa parkir di 2 km sebelum puncak karena jalan sempit berliku-liku ini sudah menjadi lautan manusia, tak sanggup dilalui mobil. Pilihannya adalah melanjutkan perjalanan ke puncak dengan ojek atau jalan kaki.

Gw boleh dong memilih jalan kaki? bukan karena gak punya duit untuk bayar ojek yg hanya 10ribu, tapi karena gw penasaran menantang diri gw sendiri. Entah karena kelewat gembira atau karena pecicilan, gw melangkahkan kaki gw dengan cepat meninggalakan photographer gw beberapa meter di belakang sana, dan akhirnya gw pun ngos-ngosan sendiri. Jantung gw seperti lari ditempat, kepala pening tapi gw tetap melangkah tanpa mengindahkan tawaran tukang ojek yg terus terusan menawarin gw duduk diboncengannya.

Gak lama kok, cuma sekitar 20menit, dan ketika kaki memijak di puncak Pananjakan yang penuh sesak dengan manusia, gw disambut sinar matahari yang pecah merona di batas cakrawala dan itu hanya bisa dilukiskan dengan satu dua patan kata : SUBHANALLAH, TUHAN ini INDAH SEKALI. Terimakasih ya Allah sudah memberikan saya kesempatan melihat kesempurnaan kuasa-Mu dari salah satu puncak terbaik Indonesia : Pananjakan Bromo.





























Jumat, 02 Agustus 2013

Tidur di Jeep

Buat gw Jogja adalah kota Garis Keras untuk berpatcharan. Bercinta di kota yg dl katanya kotanya para pelajar ini romantisnya memang gak kira-kira. Tapi setelah itu bersiaplah untuk patah hati karena putus cinta. Semacam ada kutukan bagi para muda mudi yg bercinta di Kota Budaya ini. Tapiiiiiii........Walau demikian, Jogja selalu punya caranya sendiri untuk menarik gw kembali, seperti ombak besar yg menghantui hati para peselancar untuk kembali bergumul dengan gulungan-gulungan jutaan kubik air bergaram alami.Dan kawan, disinilah gw hari ini. Menari bersama goncangan dasyat Jeep diantara lajunya dibebatuan bekas lahar panas yang pernah dimuntahkan Sang Merapi beberapa tahun lewat. Sekali lagi, kunjungan ke lereng Merapi yg mulai kembali menghijau ini bukan jadwal terencana. In. Trip dadakan diantara jadwal kunjungan ke Jogja Fashion Week dan schedule photoshoot gw di Wonosari. Demi memenuhi hasrat dan rengekan si ponakan kecil yg sejak mengudara bersama burung besi puluhan ribu kaki dr permukaan air laut, disinilah sabtu siang ini kami berada. Bersimbah peluh, berderai teriakan, disirami sengatan matahari dan cipratan debu-debu dari roda-roda truck pengangkut bebatuan yg rela memperkosa gersangnya tanah berdebu. Perjalan kami tak selamanya mudah untuk tiba ditempat ini, menjelang waktu makan siang tiba, dipertigaan tajam, Inova yg gw sewa berasap. Entah karena mobil ini sudah seharusnya dikiloin di penampungan besi tua, atau karena kelalaian sang juru kemudi yg lupa memeriksa kelayakanya, yang jelas kejadian ini membuat rombongan kecil ini huru hara, gesit meninggalkan mobil yang berasap, khawatir terpanggang seperti yg kerap gw tonton di berita yg terpampang di layar TV.Oke, lupakan insiden mobil berasap, mari kita menari bersama Jeep yg sengaja turun gunung menjemput kami, lalu setelah itu kita mencari sudut-sudut terbaik untuk mengabadikan pose-pose jumawa.Hei, kalian tau dalam tour berdurasi 2 jam di lereng gunung ini? Gw sempat tertidur bersama goyangan Jeep yg tak lebih asoy dari goyangan Inul Daratista.