Minggu, 28 Juni 2009

Gamang

-cerita lanjutan "senja di pajekko"-

Di bawah sana, beberapa meter dari tempatnya duduk, dia bisa leluasa memandangi mobil-mobil beraneka rupa yang tengah lalu lalang. Dari mobil keluaran perusahaan kelas wahid di eropa yang bermesin diesel dengan harga selangit, macam Mercedes Benz, BMW, Audi, Alfa Romeo, Fiat, VW, Citroen, Opel, Peugeot, Renault, sampai Volvo, hingga metromini dan kopaja usang nan dekil jurusan Lebak Bulus-Pondok Indah-Blok M yang mengebulkan Carbon Monoksida berwarna hitam pekat. Laju motor-motor bebek, dari keluaran terbaru hingga keluaran jaman jebot yang saling silih menyalip menjadi pelengkap gambaran betapa menjengkelkannya suasana senja di Megapolitan ini.

Masih di sudut yang sama, perempatan kawasan elite Pondok Indah, kendaran yang tengah melaju tadi masih berkerumunan di ujung perempatan, menunggu hingga trafict ligth berganti warna dari merah ke hijau. Deru mesin dan asap kenalpot yang menjadi penyumbang hingga 60% ramuan polutan udara Jakarta, masih menghiasi senja yang terus bergulir.

Dia menarik ujung ekor matanya dari arah jam 10 ke arah angka 12 pas. Manusia-manusia budak rupiah tengah hilir mudik dengan langkah besar dan kecil tak constant. Para prianya sebagian masih berkemeja, berdasi dan bercelana bahan yang entah keluaran brand internasional atau bahkan produk Tanah Abang, sedangkan yang wanita dengan paduan fashion yang kekinian lengkap dengan gedget yang tengah digandrungi sejuta umat saat ini. Semua campur aduk senja ini. Arti ekspresi mereka susah ditebak. Ada yang memperlihatkan raut dingin dan kaku, seolah ada beban seberat gunung diubun-ubunnya, namun belum tentu arti ekspresi itu seperti yang terlihat. Ada pula yang tersenyum lebar sekali, seolah ingin mengatakan dia sedang bahagia, tapi siapa yang tahu jika mereka sebenarnya tengah terlilit utang, tak ada yang tahu. Di arah angka jam 3, seorang pria usia 29 tahun (setidaknya) tengah menyapa dan menawarkan pada orang-orang yang tengah lalu lalang untuk sekedar mampir ke kedai kopinya, menyeruput kopi arabika, capuchino, kopi luwak beserta cemilan-cemilan beraneka rasa sambil menikmati senja yang perlahan beranjak ke malam.

Tak terlalu lama Salu menikmati senja di sudut itu, dia beranjak ketika langit diluar sana semakin memudarkan warna lembayungnya. Tadi, beberapa menit lalu, dia duduk dikursi kayu itu untuk sekedar merenggangkan otot kakinya yang mulai terasa kaku, sembari berharap dengan duduk disana, melihat lukisan senja melalui kaca bening, hatinya akan sedikit lega, beban yang menghimpit dadanya bisa sedikit berkurang agar ada secuil rongga untuk dia bernafas. Ini bulan ke enam dia merasa terpuruk. terpuruk dalam sekali. Hingga kegamangan kerap datang menghujamnya dari segala penjuru.

Tadi, ketika dia duduk disana, angannya terdampar pada sosok ibunya. Ingin sekali saat itu dia memencet tuts-tuts handphonenya. bersua dan bercerita dengan ibunya di udara, menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dasyat di dasar hatinya. tapi, itu hanya sekedar niatan. Dia adalah produk manusia Introvert, dia tidak ingin membuat ibunya luka lara karena memikirkan keadaan dirinya. ingin ditelan bulat-bulat segala masalah yang menghujamnya sendirian. Lagipula sejak dulu, ketika dia masih tinggal bersama orang tuanya, Salu bukanlah orang yang terbiasa menceritakan segala hal pada keluarganya, justru dia merasa bebas bercerita dengan teman-teman terdekatnya. "Masa kecilnya"-lah yang kemudian membentuk dia menjadi sosok seperti sekarang, terlihat kuat, tegar, dewasa namun kenyataanya dia tak lebih dari pohon rapuh yang siap tumbang ketika ada angin menerpa.

Ada apa dengan salu? bukakan masa kecilnya begitu bahagia ketika di pajekko? lalu kenapa sekarang dia terdampar di Jakarta? TO BE CONTINUE......

19 komentar:

Pencerah mengatakan...

Lanjutkan

IjoPunkJUtee mengatakan...

Ada yang hilang kaya'nya akhir2 ini BRo...!!!

Bahasa GOKIL-nya mana...??!!! :D

Fei mengatakan...

@pencerah: waduh pendukung SBY neh mampir dimari, hehehe

@ijopunkjute: aksi gokil masih, cuma kondisinya lagi tidak mendukung, takutnya garing, tapi insya allah kita gokil2an lagi bro

JO mengatakan...

kenapa bro?
ditunggu kelanjutannya

Abu Kila mengatakan...

waduh pake continue segala, kayak filem aje...

Susy Ella mengatakan...

mmmmmm ella tunggu kelanjutannya

vie_three mengatakan...

yaelaaaahhhh bersambung lagi.... ditunggu izz.... dengan begini makin cepat apdetnya yak, hohohohohoho

attayaya mengatakan...

ditunggu sambungannya

genial mengatakan...

yupp... org2 spt salu ah... yg terlihat kuat di luar... kokoh... namun rapuh di dalam :( sangat disayangkan... memang baik menyimpan yg buruk2 tuk diri sendiri, tp gag ada salahnya berbagi engan org lain, karena itulah manusia disebut makhluk sosial :(

dilema buat sosok yg gag mau membebani org lain dengan mslh yg dipikulnya :(

J O N K mengatakan...

wah, mr. Faiz lagi berduka kayaknya nih, ada apa gerangan ???

ditunggu lanjutannya deh, :D

LANJUTKAN !!!

~noe~ mengatakan...

ditunggu lanjutannya.
deskripsinya keren yang posting pertama karena gaya bahasa yg dipakai cocok untuk emnggambarkan pemandangan dibandingkan dengan suasana keramaian.
salam...

Kharianto mengatakan...

yah ko bersambung mas

Kharianto mengatakan...

ada award di blog saya mas

Witho mengatakan...

Asik nih ceritanya. Jadi ingin baca cerita sebelumnya hehehe...

Antaresa Mayuda mengatakan...

ya begitulah Jakarta !!!
asal kita bisa bersaing, semua pasti beres

denyarelektrik mengatakan...

OOOOOOOYYYYY! NANGGUNG BANGET SIH BIKIN CERITA!
BELUM KLIMAKS UDAH MAEN BERSAMBUNG AJE!

bbry mengatakan...

hmmm...lg jalan jalan nih salam kenal

zee mengatakan...

hai... gimana kabarnya?
sorry ya lama gak komen, soalnya di kantor diblokir komennya, jd hanya bs baca2 saja tanpa komen... malam deh baru disempetin :)

♥ Neng Aia ♥ mengatakan...

aku adalah manusia ambivert!! hihi...

dududz... sombong banget deh sekarang!! ~_~