Senin, 22 Juni 2009
Senja di Pajekko
Sore ini langit sudah tidak sepenuhnya biru. Birunya juga tidak lagi terang melainkan terus memudar mendekati abu-abu. Sore itu pun langit bertahktahkan warna kuning keemasan yang melebur dengan warna orange kemudian membiaskan guratan lembayung, dan berpendar di pucuk-pucuk hijaunya dedaunan padi yang membentang luas membentuk batas cakrawala nan elok. Diatas sana, beberapa depa dari permukaan tanah, berkibar-kibar layang-layang dari kertas minyak beraneka warna dan rupa dengan sebagain besarnya memiliki buntut-buntut panjang meliuk-liuk menari bersama angin yang semilir.
Bocah-bocah dengan badan setengah telanjang, hanya terbungkus celana pendek usang, berlari-lari riang nan riuh di pematang sawah yang lebarnya hanya cukup untuk seorang berjalan. Kerap mereka jatuh jumpalitan menerobos pohon-pohon padi yang masih muda, berbuah teriakan keras dari bapak mereka yang tengah duduk ngaso di dangau sambil selonjoran dan menghisap sebatang rokok kretek.
Lukisan hidup setiap senja dari Sang Maha Agung yang entah telah berlangsung sekian lama kian dipercantik bola besar berpijar sebesar tampa, berwarna gradasi kuning ke orange terang di batas cakrawala. Belum lagi suara riuh kepak sayap burung yang akan kembali ke sarangnya setelah seharian penuh ikut mengais rezeki dari padi-padi yang mulai menguning dibagian lain persawahan ini. Lalu suara cerewet bebek-bebek yang digiring oleh si empunya kembali ke kandang yang terletak dibelakang rumah panggung.
Salu, bocah laki-laki berusia tak lebih dari lima tahun, berperawakan kurus, berkulit cokelat gelap akibat terlalu sering terpanggang sinar matahari, rambut lebat nan kaku berwarna kemerahan, bukan karena dihigligth di salon melainkan efek dari keseringan berlarian di pematang sawah kala matahari tengah sengit memanggang bumi, berlari-lari kecil dibelakang pria paruh baya yang tengah memikul cangkul di pundaknya. Senyum khas anak-anak tergambar jelas disudut bibirnya, tanpa guratan keletihan walau telah seharian berkubang bersama lumpur sawah dan terpanggang sinar matahari karena bermain layang-layang dipematang sawah.
Salu terus menguntit dibelakang pria tua yang tak lain ada kakeknya, berpegangan pada pagar bambu ketika melewati jalan setapak yang becek akibat terguyur air hujan semalam. Kemudian mendahului kakeknya ketika belok kanan di ujung jalan setapak. Kembali berlari kecil menyeberangi jalan berbatu menuju rumah panggung, rumah keluarga besarnya tentu saja. Dia tak langsung menapaki anak-anak tangga, menuju lantai atas melainkan berbelok ke sumur tak jauh dari parit di depan rumahnya yang mengalirkan air bening dari DAM beberapa kilometer dari rumahnya berdiri. Bocah itu telah cekatan menimba air disumur, kemudian mengguyurkan air bening itu ke sekujur tubuhnya yang bersimbah lumpur.
Adzan magrib berkumandang dari Toa karatan di Mesjid kecil yang hanya satu-satunya di desa itu. Merdu suara Muadzin menyusup kerelung-relung hati semua warga di desa kecil itu. Memanggil dan mengajak setiap mereka untuk datang bertafakur dihadapan sang Khalik, mensyukuri segala nikmat hidup yang telah dicurahkan dari langit hari ini.
Salu berlari-lari kecil menuju mesjid. Tidak menggunakan stelan baju koko, melainkan hanya menggunakan kain sarung dengan baju kaos cokelat pudar ditambah kopiah hitam usang yang bertengger dikepalanya. Kaki-kaki mungilnya yang beralas sendal jepit kian dia percepat, mendahului perempuan-perempuan tua dan laki-laki tua, anak-anak kecil seusianya, dia ingin lebih dulu tiba di mesjid, dan berdiri di saf terdepan. Ketika dia sampai sudah banyak orang di dalam mesjid, melakukan shalat sunah dua raka'at setelah Adzan dan sebelum iqamat.
Salu berdiri diantara kakeknya dan amir sahabatnya. shalat magrib kali itu di imani oleh Pak Guru Besar, dipanggil demikian karena beliau adalah kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah, satu-satunya Sekolah Dasar di kampung itu. Pak Guru Besar hampir setiap hari menjadi imam diwaktu-waktu shalat lima waktu di kampung itu, bukan hanya lantaran beliau Kepala Sekolah yang dihormati, melainkan bacaan Al Qurannya yang fasih, dan ketika beliau melafalkan ayat demi ayat, suaranya penuh harmoni. Terkadang tinggi melengking, kemudian lembut mendayu-dayu dan begitu cepat meresap dan menggedor-gedor relung jiwa yang mendengarnya.
Selesai menunaikan shalat magrib berjamaah, Salu ikut berebut bersama teman-teman seusianya dipojok mesjid. Memperebutkan Al- quran yang memang tak seberapa jumlahnya, sedangkan anak-anak yang ikut mengaji setelah shalat magrib bisa puluhan orang jumlahnya. Hingga tak jarang mereka harus bergantian membaca Alquran.
Hari itu, Amir membuka tadarus dengan alunan suaranya yang merdu. diusia yang terbilang muda, 9 tahun, namanya sudah kondang diseantero kabupaten Bone sebagai Saritilawah cilik berprestasi. Salu mungkin belum begitu lancar membaca Alquran, tapi dia selalu antusias ikut tadarus setelah shalat magrib berjamaah. terkadang dia hanya ikut menyimak ayat-ayat yang dibacakan temannya, atau membaca beberapa ayat seperti saat ini. Ayat-ayat Alquran terus mengalun mendayu-dayu harmonis, merayap bersama senja yang terus bergulir dan berganti malam. Diatas sana sudah pekat, kilau gugusan bintang-bintang berusia ratusan tahun cahaya berpendar-pendar ke bumi, semilir angin juga ikut membuai, memberikan ketenangan senja di Pajekko, perkampungan kecil di Kabupaten Bone.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 komentar:
wah, suasananya keren banget inih, jadi inget waktu kecil ...
ini sebuah catatan mr faiz, kah ?
Iz, ini tulisanmu kah...??? tolong jawab jujur sebelum aku terbujur hehehe....
yang bikin postingan siapa sich?
kok serius banget gak ada konyol2nya seperti biasa...
wah bakat jadi cepernis neh ...
tambah lama semakin seriusss abisss....
Suasana yang sungguh adem ayem yaa.... dan bikin hati ini tentram
kehidupan yang damai kalo dibayangkan, tapi rasanya di rumah acapkali begitu, jadi sama saja deh rasanya, wkwkwkw
padahal warna langit di gambarnya bukan biru....
jadi inget masa kecil dulu....kangen
Masa lalu, biarkanlah berlalu, mengendap dalam kalbu, menumbuh rasa rindu.....
mengingatkan masa lalu...
kadi ingin pulang kampung...
nuansa yang indah dengan pengungkapan narasi yang sederhana.
begitu dunk...
jangan depresi terus.
maju terus pantang mundur...
@jonk: hayo, kira2 ini catatan gue bukan?
@Anazkia: iyeh, gue yang tulis, kangue gak ngundang orang nulis disini, weks, dan gak copy paste juga, wakakakakakakkkkk...
@itempoetih: daku kok yang menulisnya. tetep follow yah, ceritanya masih panjang, ada part duanya tar gue posting.
@Agus: kan lelaki aneh, jadi sesekali pengen juga nulis yang macam begitu. tar kalau konyol terus gak asyik. wakakakakk, tapi tenang stock ngabodornya masih buanyak
@big sugeng: hooh, jadi pengen mudik, heheheheheeee
@mochha chi: moso seh???
@pencerah: gak dapet gambar yang seperti yangh gue gambarkan, huhuhuhuhuhhh...cariin dong bos
@sussy ella: lah bukannya masih kecil? weks
@ijo punk: wew mendadak puitis, wakakakakakakkkk
@om agus: tar kalau jadi mudik ajak2 yah om.
@noe: ah, dikau, jadi malu gue, jiahhhh
TUNGGU PART KE DUANYA YAH KAWAND2
deskripsi di tiap kalimatnya keren om :) salam kenal iia :)
mantep bgt neh sob pemandangannya. puitis juga
waaaaah keren yaaa.....
deskripnya bagus. Terus membuat karya ya hehehe...mau ga naro karyamu di blog kite yang http://cerpenkitah.blogspot.com. Kalau ga mau, ya ndak apa-apa hehehe
aku dataaaaaaaaaang,,,
maaf ateuh izz baru bisa mampir,, jangan suka ngambek ah sama ai.. ntar makin jelek! udah jelek + jelek kan berabe!
hihihi...
eh, posting cerpen juga neh??
@genial: tengkyu genial, ini akan berlanjut loh, keep follow yah
@jeng sri: efek dari depresi bu
@awal soleh: masaseh gue puitis? wah gue calon pria LEBAY dong
@freya: boleh, asal diawal postingannya loe link ke blog gue, biar tetap terjaga keautentikannya, dan karena ini terus akan berlanjut ceritanya, dan blog gue dikunjungi ama temen2 loe juga, hehehehehe...promo colongan
@neng aia: makanya jangan kelamaan maen kesini, musti di datengin dulu baru mau kesini, sialan
canggih mengekspresikannya dalem kata2...jadi kebawa.
terus berkarya bro!!
saiia kembali lagi dari JJR a.k.a. BW.. ternyata baru sadar, kebanyakan gambar di atas pada tiap postingan.. (apalah namanya..) selalu menampakkan 'depresiii' yg... hhhmm.. berlebihan?
terimakasih kang kunjungannya :)
@brancia: makacih yah, tunggu ajah kelanjutannya, because story ini berlanjut. insya allah.
@genial: setiap orang pernah mengalami depresi bukan, dan penggambarannya tergantung masing2 personal, so maap kalau dianggap berlebihan. just to sharing with u all, my friends.
Posting Komentar