Disebelahnya berdiri pria jangkung dengan kaos robek disana sini lengkap dengan sarung kotak-kotak biru cenderung kumel, dengan puntung rokok Djarum Black yang tinggal 1/4 bagian nyaris habis karena dihisap dengan penuh kesumat, hingga asap yang dihembuskannya terlihat buyar penuh amarah.
Mata perjaka ting-ting itu menatap jauh ke depan dengan ekspresi sedih, takut dan bengong. Tatapan lelaki jangkung kurus dengan wajah coklet berkilat-kilat karena minyaknya yang berlebih dengan ekspresi yang sukar digambarkan dengan kata-kata.
Lama keduanya diam dalam bisu, sementara waktu terus bergerak menuju angka 13.15 WITA, jam masuk sekolah bocah beranjak ABG itu. tapi tak ada keberanian setetes air pun yang berani membuatnya bergeser dan melangkah dari ambang pintu tempat mereka berdua berdiri.
10 menit sebelumnya
bocah ABG berseragam putih biru : Tolong mintain uang jajan sama mamaku dong
temen bocah : mamamu dimana?
bocah ABG bersergam putih biru : dirumah.
5 menit berlalu.
temen bocah : aku gak berani, bapakmu tadi marahin aku. kamu disuruh pulang.
bocah ABG berseragam putih biru : tapi aku mau sekolah
teman bocah : Bapakmu suruh kamu pulang.
Matahari memang menyengat sekali siang ini, kota di sela khatulistiwa ini memang selalu bermandikan cahaya matahari dari pijar bola besar yang nun jauh dibalik birunya langit dengan awan putih menggantung. Perempuan itu, separuh baya usianya kini. dengan sarung menutup kepalanya persisi perempuan-perempuan bugis kebayakan yang sedang menyemai padi disawah, tapi perempuan ini tidak sedang menyemai padi melainkan memetik pucuk-pucuk daun singkong untuk dijual dipasar sekedar membeli lauk untuk malam ini. Siraman cahaya matahari yang panas membakar kulit ari, tak dihiraukannya, bulir-bulir keringat sebesar biji jagung yang keluar dari pori kulit dahinya hanya diseka dengan punggung tangan. Sudah nyaris penuh bakul anyaman bambu dipunggungnya, hingga perempuan itu menepi dibawah rindangnya pohon rambutan, disana ada pohon pohon singkong yang tumbuh liar.Sudah hampir jam masuk sekolah, bocah ABG berseragam putih biru dengan takut-takut memandang wajah bapaknya yang sudah mereda raut marah dari wajahnya.
Bapak: pergi sudah sekolah, lain kali kalau mau minta uang jajan, minta sendiri.
katanya sambil menyodorkan selembar seribu usang ke arah anaknya. bocah ABG menggeleng pelan, tak disambutnya kertas biru lusuh dengan tiga angka nol yang tercetak disana. bathinnya berkecamuk. segera berbalik badan dengan langkah-langkah besar menuju sekolah yang jaraknya hanya beberapa depa dari rumahnya. cukuplah lima menit untuk sampai tepat waktu ke sekolah dengan cukup berlari-lari. tangisnya ingin pecah, sedihnya menyelimuti hati, ingin berlinang air matanya, menyesal dia bertindak bodoh tadi, siang ini kembali disaksikannya perempuan itu berjuang untuknya, untuk keluarganya. berlari dia, terus sampai napasnya sesak.
Bocah ABG berseragam putih biru dengan rambut lepek kebanyakan gatsby adalah gue 14 tahun lalu. pria tinggi kurus itu adalah Bapakku, dan perempuan penyemai daun singkong itu Ibuku, dia Pahlawanku, she is my wonderwoman. Takkan habis cintaku untukmu, rinduku telah membuncah sekarang, ribuan mill jarak kita kini, but you still my women. i love u mom. kali ini air mata ini benar-benar berderai.








