twitt gw: "Karena ngefans, saya mau loh buatin baju buat kamu, for sure"
Sepenggal twitter ini sebenarnya sudah yang kali kesekian yang gw kirimkan ke account micro blogging milik penyanyi yang membuat gw tergila-gila sejak jaman gw masih jadi kuli cuap-cuap di sebuah radio dangdut.
Daaaaaaaan gak pernah dibalas saudara-saudara! how about this time?
Menjelang buka puasa, disebuah kafe
Persis di hadapannya, dikursi empuk berwarna merah, gue hempaskan pantat gue yang sedikit panas akibat kelamaan duduk di atas jok motor memperkosa macetnya Jakarta. Rasanya jantung gw mau lepas seketika. Perempuan berkulit exotic ini duduk dihadapan gw dengan outfit casualnya. Atasan kaos warna hitam dengan skiny jeans warna dark blue, lengkap dengan stilito hijau gelap, minus make up, hanya sapuan eyeliner, membuatnya jauh dari kesan penyanyi dangdut papan atas.
Managernya yg unyu: 'Jadi, setelah dia baca twitter loe, dia cari tau loe di google, dan baca semua postingan loe di online diary loe. Dan ngotot pengen ketemu sama loe."
Gw: PLONGA PLONGO.....
Si Penyanyi: "Karena kamu gokil darling, bocor, cablak, i love your blog, i love your design, dan aku ngerasa kaya dah dapet ikatan bathin, so, here we go."
Gw: MASIH PLANGA PLONGO, dan kali ini muka gw pasti makin absrud.
And she is, ERIE SUZAN saudara-saudara sebagsa dan setanh air. saya ketemu dengan dia, owwwwwwwwwww, matekkkkkkkkkkk. Gw mengelinjang dan orgasme seketika.
Kamis, 27 September 2012
Sabtu, 01 September 2012
Solo untuk kali kesekian.........
Dari balik kaca tembus pandang, puluhan ribu kaki dari permukaan air laut, dengan backsound suara pramugari yang mengumumkan pesawat akan segera mendarat di Bandara udara international Adi Sumarmo Surakarta, gw membelalakan mata menyaksikan keindahan lima puncak gunung berderet sangar. Dengan sapuan awan jingga hasil bias matahari senja yang perlahan namun pasti tergelincir keperaduannya, membuat kelimanya terlihat sangat memesona. Ahhh, sekali lagi gue diberi kesempatan menyaksikan lukisan hidup dari sang pemilik alam dipenghujung senja yang syahdu ini.
Ini mungkin kunjungan gue yang kesekian kalinya dikota ini, angin senja dengan sejuta kemisteriusan yang ditiupkan sang pemilik malam masih terasa sama, dingin menusuk. Terkadang lembut terkadang keras menampar wajah dan membuat asap rokok berjelaga didepan batang hidung gue, lalu sirna sekejap mata.
SOLO mungkin tidak seistimewa Jogja, tapi kota ini selalu punya cara sendiri memanggil gue untuk menyambanginya. Dan satu kata: KANGEN, menuntun gue kembali menginjakan kaki disini, kembali menghirup udaranya, dan kembali menanti dia menjemput gue di salah satu pintu masuk kota ini bernama air port.
Adalah kebiasaan gue yang sudah mendarah daging untuk tidak mempersiapkan semuanya dengan baik. Bukan gue pula namanya, kalau tidak grasak grusuk menjelang keberangkatan. Tapi mungkin sedang mujur saja, sehingga gue bisa mendapatkan tiket pesawat dengan harga murah saat gue reservasi kurang dari 10 jam keberangkatan gue,dan nasib baik pula yang membawa gue bisa duduk manis didasar kursi Damri, telat 1 menit saja, maka sebuah keniscayaan gue akan menggerutu sendiri di dalam kotak besi bernama taxi.
Hai kawan ini sedang musim mudik lebaran ied mubarak sekaligus liburan panjang, maka jangan menggerutu manakala tak bisa mendapati kamar hotel yang kosong minta diisi, jangan pula mengharapkan harga miring yang sesuai dengan isi kantong. Lelah memang sudah menggelayuti badan, maka beristirahatlah sejenak di kursi bioskop sambil menyaksikan film step up dipojokan dengan kacamata 3 dimensi bertengger diatas hidung, sembari merengkuh paksa jemari kekasih,dan berusaha menciptakan aura romantis yang pada akhirnya terjadi hanya sesaat.
Angin malam Solo berdesir-desir tertinggal oleh laju kuda besi yang kami tumpangi, menyusuri jalan utama kota Joko Wi ini demi sebuah tempat bernaung bernama hotel yang semua penuh terisi para pemudik yang tidak kebagian kamar di rumah mereka. Maka, ketika malam semakin larut, dan sekali lagi kemujuran sedang berkawan dengan gue, mari terima nasib, manakala berhasil menempati sebuah kamar dengan seprai bernoda kuning disana sini. Jorok sekali pasangan yang "menumpahkannya" bercecer di seprai putih kumal ini. Mari tidur sambil memeluk tubuh kekasih,hingga esok bisa bangun dan segera angkat kaki ke hotel yang lebih manusiawi.
Ini mungkin kunjungan gue yang kesekian kalinya dikota ini, angin senja dengan sejuta kemisteriusan yang ditiupkan sang pemilik malam masih terasa sama, dingin menusuk. Terkadang lembut terkadang keras menampar wajah dan membuat asap rokok berjelaga didepan batang hidung gue, lalu sirna sekejap mata.
SOLO mungkin tidak seistimewa Jogja, tapi kota ini selalu punya cara sendiri memanggil gue untuk menyambanginya. Dan satu kata: KANGEN, menuntun gue kembali menginjakan kaki disini, kembali menghirup udaranya, dan kembali menanti dia menjemput gue di salah satu pintu masuk kota ini bernama air port.
Adalah kebiasaan gue yang sudah mendarah daging untuk tidak mempersiapkan semuanya dengan baik. Bukan gue pula namanya, kalau tidak grasak grusuk menjelang keberangkatan. Tapi mungkin sedang mujur saja, sehingga gue bisa mendapatkan tiket pesawat dengan harga murah saat gue reservasi kurang dari 10 jam keberangkatan gue,dan nasib baik pula yang membawa gue bisa duduk manis didasar kursi Damri, telat 1 menit saja, maka sebuah keniscayaan gue akan menggerutu sendiri di dalam kotak besi bernama taxi.
Hai kawan ini sedang musim mudik lebaran ied mubarak sekaligus liburan panjang, maka jangan menggerutu manakala tak bisa mendapati kamar hotel yang kosong minta diisi, jangan pula mengharapkan harga miring yang sesuai dengan isi kantong. Lelah memang sudah menggelayuti badan, maka beristirahatlah sejenak di kursi bioskop sambil menyaksikan film step up dipojokan dengan kacamata 3 dimensi bertengger diatas hidung, sembari merengkuh paksa jemari kekasih,dan berusaha menciptakan aura romantis yang pada akhirnya terjadi hanya sesaat.
Angin malam Solo berdesir-desir tertinggal oleh laju kuda besi yang kami tumpangi, menyusuri jalan utama kota Joko Wi ini demi sebuah tempat bernaung bernama hotel yang semua penuh terisi para pemudik yang tidak kebagian kamar di rumah mereka. Maka, ketika malam semakin larut, dan sekali lagi kemujuran sedang berkawan dengan gue, mari terima nasib, manakala berhasil menempati sebuah kamar dengan seprai bernoda kuning disana sini. Jorok sekali pasangan yang "menumpahkannya" bercecer di seprai putih kumal ini. Mari tidur sambil memeluk tubuh kekasih,hingga esok bisa bangun dan segera angkat kaki ke hotel yang lebih manusiawi.
uang receh dan sahur
Hawa dingin makin terasa menjadi-jadi subuh ini manakala gw memasuki mini market yg seolah menjelma menjadi lemari es besar. Tapi gw juga merasa bahwa efek dingin bukan hanya semata-mata karena suhu ruangan yg berada beberapa derajat celcius dari suhu normal, tapi bisa jadi karena efek mandi jam 3 subuh.----------------Sebotol air mineral ukuran "banci" (besar kagak, kecil kagak), sebotol sambel, dan sekotak minuman berenergi sudah gw genggam erat-erat ketika tiba dimeja kasir, menyerahkan belanjaan gw untuk dikalkulasi.----------Kasir : "23ribu" katanya, yg gw sambut senyum kecil, kecil saja, sambil menyerahkan kartu ATM gw.-------------Gw: "Tuker duit dong" ujar gw sembari mengeluarkan segepok uang logam 500 perak dari kantok sweeter rajut gw.------------------Gw: "Semacam tukang parkir gw yak" cepat gw keluarkan statment itu sebelum kata-kata itu keluar dari mulut kasir berwajah pucat karena kurang tidurr *gw rasa begitu*.--------------Gw: "itu receh kembalian yg gw kumpulin, masih banyak noh di kos, masih mau?"--------------Kasir: "Cukup mas, ini aja" kata dia menyerahkan selembar uang dua puluh ribu rupiah yang sudah kumal karena sering berpindah tangan.------------Gw: "tengkyu yak." Sahut gw pendek, lalu melangkah pergi.----------Disebuah warung tenda pecel ayam... ----------Penjual pecel ayam: "Sahur cah bagus?"------------------Gw : "Ayam pak, nasinya dua, bungkus." Sahut gw cepat, karena masih keki dipanggil "bagus" padahal jelas-jelas nama gw Fei.-----------------Sebatang rokok yg gw sulut dan gw nikmati tinggal beberapa mili saja dari putungnya mana kala bapak pemilik pecel ayam menyerahkan makanan yg gw pesan.------------------Penjual pecel ayam: "13rb cah bagus."------------------Tak ada satu kata pun yg keluar dr mulut gw selain menyerahkan selembar uang 20ribu-an hasil nukar receh logam di mini market tadi.---------------Lega, akhirnya subuh ini gw bisa sahur dengan syahdu. Terima kasih uang receh logamku tercinta.you are my super hero in this morning.
Langganan:
Postingan (Atom)