Gue tatap sebingkai wajah yang dipantulkan cermin persegi panjang didepan gue lekat-lekat.
pipi itu tidak lagi chuby, telah kempes, berganti bayangan semu tulang rahang yang jelas membingkai kokoh wajah carut marut itu. tatapan matanya nanar dibalut kantung hitam yang terlihat samar. kumis tipis yang hanya beberapa helai mengingatkan gue pada ikan lele, bertengger dengan manisnya dibawah hidung besar mirip labu siam itu. dan kusadari ternyata rupa yang tidak ganteng dengan ekspresi carut marut tak bergelora ternyata adalah muke kusut gue.
Erghhhhhhh.......
Fuihhhhhhh....
Arghhhhhhh......
Gue marah pada diri gue sendiri. Beban ini terlalu berat rasanya, hampir tidak menyisahkan secuil ruang kosong diotak gue, untuk gue pakai berfikir jernih.
Psssttttttt..........!!!!!
Angin sepoi beraroma busuk itu meracuni oksigen yang tadinya murni dikamar gue, gue kentut dengan sukses ditiming yang tidak semustinya.
Krekkkkkkk.......
kasur butut gue berderak-derak, ketika tubuh lunglai gue menyetubuhinya. telungkup, kemudian terlentang, miring ke kiri lalu ke kanan dan beberapa detik kemudian sudah duduk bersila.
Dengan sebatang rokok Djarum Black yang terselip di ujung bibir, Gue pandangi daftar dengan huruf tak beraturan kecil besar digenggaman gue.
Utang di warteg A xxx Rupiah.
Utang di warteg B xxx Rupiah
Utang di Warteg C xxx Rupiah
Utang di warung Nasi padang xxx Rupiah
Utang di warung burjo xxx Rupiah
Utang Investor 1 xxx Rupiah
Utang Investor 2 xxx Rupiah
Utang sama Si A xxx Rupiah
Utang sama si B xxx Rupiah
Utang sama si C xxx Rupiah
bayar kos xxx Rupiah
Bayar cicilan motor xxx Rupiah
Utang sama tukang beras xxx Rupiah
Jumlah akumulatifnya bikin perut pusing, kepala mual, muntah kuning, keliyengan, tidur tak lena, makan gak napsu, berbuntut sederet skenario pelarian diri yang entah sampai kapan akan terus bergulir.
gue sapukan pandangan gue di kamar kecil gue ini, nyaris tak ada barang berharga secuilpun yang bisa dilego untuk melunasinya.
Seandainya, seharusnya, semustinya, kenapa gue lakuin, kenapa harus begini, kenapa....kenapa...kenapa.
kata-kata itu cuma bisa berputar-putar tak beraturan diruang-ruang kecil nan sempit di saraf otak gue. gue memang selalu kalah sama ketidak mampuan gue mengatur keuangan. entah kemana raibnya rupiah-rupiah yang kemarin sempat menumpuk di account gue. lenyap, hilang, tanpa bekas.
Sudah semakin larut, energi gue sudah habis, terkuras semua untuk menyalahkan diri sendiri.
gelap sudah, gue terbuai, mendengkur bersama kepusingan tanpa jalan keluar.
gue mengidap penyakit gila nomer 03: Ngutang kok hobby.
pipi itu tidak lagi chuby, telah kempes, berganti bayangan semu tulang rahang yang jelas membingkai kokoh wajah carut marut itu. tatapan matanya nanar dibalut kantung hitam yang terlihat samar. kumis tipis yang hanya beberapa helai mengingatkan gue pada ikan lele, bertengger dengan manisnya dibawah hidung besar mirip labu siam itu. dan kusadari ternyata rupa yang tidak ganteng dengan ekspresi carut marut tak bergelora ternyata adalah muke kusut gue.
Erghhhhhhh.......
Fuihhhhhhh....
Arghhhhhhh......
Gue marah pada diri gue sendiri. Beban ini terlalu berat rasanya, hampir tidak menyisahkan secuil ruang kosong diotak gue, untuk gue pakai berfikir jernih.
Psssttttttt..........!!!!!
Angin sepoi beraroma busuk itu meracuni oksigen yang tadinya murni dikamar gue, gue kentut dengan sukses ditiming yang tidak semustinya.
Krekkkkkkk.......
kasur butut gue berderak-derak, ketika tubuh lunglai gue menyetubuhinya. telungkup, kemudian terlentang, miring ke kiri lalu ke kanan dan beberapa detik kemudian sudah duduk bersila.
Dengan sebatang rokok Djarum Black yang terselip di ujung bibir, Gue pandangi daftar dengan huruf tak beraturan kecil besar digenggaman gue.
Utang di warteg A xxx Rupiah.
Utang di warteg B xxx Rupiah
Utang di Warteg C xxx Rupiah
Utang di warung Nasi padang xxx Rupiah
Utang di warung burjo xxx Rupiah
Utang Investor 1 xxx Rupiah
Utang Investor 2 xxx Rupiah
Utang sama Si A xxx Rupiah
Utang sama si B xxx Rupiah
Utang sama si C xxx Rupiah
bayar kos xxx Rupiah
Bayar cicilan motor xxx Rupiah
Utang sama tukang beras xxx Rupiah
Jumlah akumulatifnya bikin perut pusing, kepala mual, muntah kuning, keliyengan, tidur tak lena, makan gak napsu, berbuntut sederet skenario pelarian diri yang entah sampai kapan akan terus bergulir.
gue sapukan pandangan gue di kamar kecil gue ini, nyaris tak ada barang berharga secuilpun yang bisa dilego untuk melunasinya.
Seandainya, seharusnya, semustinya, kenapa gue lakuin, kenapa harus begini, kenapa....kenapa...kenapa.
kata-kata itu cuma bisa berputar-putar tak beraturan diruang-ruang kecil nan sempit di saraf otak gue. gue memang selalu kalah sama ketidak mampuan gue mengatur keuangan. entah kemana raibnya rupiah-rupiah yang kemarin sempat menumpuk di account gue. lenyap, hilang, tanpa bekas.
Sudah semakin larut, energi gue sudah habis, terkuras semua untuk menyalahkan diri sendiri.
gelap sudah, gue terbuai, mendengkur bersama kepusingan tanpa jalan keluar.
gue mengidap penyakit gila nomer 03: Ngutang kok hobby.